Mar 28, 2021

WFH-WFO Versus Me


 Assalammualaikum

Lelah ceu mulai masuk WFO, hehehe

Karena cuti bersalin sudah selesai (minta maju 16 hari sih) otomatis dimulailah jadwal WFO saya setelah WFH selama hamil. Membayangkan akan WFO saja sudah cenat-cenut kepala ini. Masalah transportasi dan harus ketemu orang lain. Nama pun setahun cuma di rumah saja, keluar benar-benar kalau ada keperluan penting dan mendesak, benar-benar nggak ketemu orang lain. Kalau berangkat sih aku barang Ayah, pulangnya kan nggak bareng ayah karena selisih 1,5 jam jadwal pulangnya, lumayan kan 1,5 jam itu buat ibu-ibu. Diputuskan naik kereta dengan protokol kesehatan yang ketat. Masker nggak lepas, berusaha nggak sembarangan pegang-pegang barang, bahkan sebisa mungkin aku nggak pegangan di kereta, lebih memilih nyender di ujung gerbong. Aku pilih di gerbong wanita dekat kursi prioritas, toh aku turunnya di depok jadi meminimalisir berpapasan sama penumpang lain yang keluar masuk kereta. Sampai rumah lewat pintu belakang langsung masuk kamar mandi dan mandi, baju ganti sudah disiapkan sebelumnya.

Jadi, aku tuh selama hamil dan WFH merasa nggak produktif (emang biasanya begitu sih), macam banyak wasting time gitu lah, ahh jadi menyesal kan. Hamil anak kedua kemarin itu cukup parah sih keluhannya. Mulai dari mual-mual parah sampai susah untuk makan, terlalu sensitif sama aroma, badan pegal serasa habis digebukin. Ngurus Ghifaz aja ku tak sanggup 😭. Benar-benar dihandel Ayah dan Uti. Alhamdulillah banyak dibantu, tapi di satu sisi ada rasa bersalah yang terus menghantui. Yaa WFH pun kerja kan yaa, hanya beda tempat kerja, WFH bukan berarti libur kan? Aku malah ngerasa bagai kerja lebih dari 8 jam dan tak kenal waktu. Makanya sering tidur lagi setelah shalat subuh karena sudah lelah, penyakit banget emang, hehehe. Karena lebih banyak di rumah jadi lebih sering scroll sosial media dan market place (tepok jidat lengkap lah penyakit saya). Lha koq di rumah saja malah berasa waktu kurang dan boros yaa.

Maksudnya nggak produktif itu adalah nggak "menghasilkan" sesuatu, nggak belajar hal baru, tapi malah lebih  menghabiskan waktu dan uang, bagai stuck gitu lah. Amalan yaumiah seperti : doa pagi - sore, tilawah, dan menghafal bye-bye sudah. Ngerjain kerjaan domestik rumah tangga pun nggak. Masak buat anak pun nggakhehehe. Lalu selama ini aku ngapain aja? Kan jadi kangen ikut kelas tahsin dan tahfidz atau kursus apa gitu biar value diri ini nambah.

Setelah mulai WFO aku pun membandingkan yaa, ternyata kalau WFO aku itu nggak buka sosial media atau pun market place. Waktunya kerja yaa dipakai buat kerja, hehehe. Mungkin aku memang nggak punya jiwa jadi freelancer yang waktu kerjanya diatur suka-suka diri sendiri, bakal bubar jalan semua terbengkalai. Karena nggak buka market place aku lebih hemat dong, nggak sering belanja-belenji barang nggak jelas. Tapi memang jadi ada pengeluaran buat transportasi dan makan, karena aku ndak bawa bekal, ndak sempat masak dan ndak ada yang masakin.

Jadi ku merasa lebih produktif selama WFO dibanding WFH. WFH itu jungkir balik sis, emang sih selalu dekat sama anak, tapi kerja jadi banyak distraksi yang pada akhirnya semua jadi terbengkalai. Aku bukan manusia super, aku hanyalah manusia biasa yang gampang tergoda untuk leyeh-leyeh dan rebahan. Ada yang bilang "kan bisa kerjanya pas anak-anak tidur" Anak aku yang pertama tidurnya jam 11 guys, lalu ku harus tidur jam berapa? Terus kalau aku memilih jadi ibu rumah tangga bagaimana nasib ku? Apakah anak-anak akan lebih terurus? Entah lah. Ingin ku menangis, hehehe

Jungkir balik banget ini perjuangan kerja dan urus anak. Yang cuma urus anak doang di rumah juga stress koq. Kecuali jadi anak sultan yaa, semua ada yang urus, tinggal tunjuk-tunjuk aja, hehehe. Aku tim WFO lah pokoknya kalo begini, meskipun kalau lagi WFO batinku teriak "mau di rumah aja" hahaha. Emang dasar aku anaknya labil dan manajemen dirinya ndak bagus jadi begini deh.

Semoga apa yang kita lakukan dinilai ibadah, jadi terus semangat menjalani hidup dan suratan takdir.

.

.

Poedjie

»»  Read More...

Mar 23, 2021

Mengurai Keruwetan


 Assalammualaikum,

I need curhat, hehehe

Siapa yang merasa hidupnya ruwet macam saya? 

Apa cuma saya aja yang hidupnya ruwet? Sudah lama sekali merasa ruwet sama diri sendiri, keluarga, pekerjaan, dan hidup. Koq rasanya semua penuh dengan masalah yang harus dibenahi tapi nggak tahu bagaimana harus memulainya, buntu gitu. Emang nggak perlu dibayangin sampai over thingking sih, tapi yang terjadi itu, gimana dong? Si over thinking mendominasi, dan pada akhirnya stress sendiri. Tetiba jadi mikir keruwetan ini harus diurai supaya hidup ini lebih damai.

Hidup itu memang berkawan dengan masalah, ada yang bilang apalah hidup tanpa masalah, nggak berasa hidup, masalah adalah bumbu kehidupan yang rasanya berlebihan, kadang keasinan, keasaman atau bahkan kepedasan atau kemanisan. Sesuatu yang terlalu atau berlebihan memang nggak baik. Ku pikir-pikir masalahku banyak benar ya. Ku coba bikin daftar apa yang melintas di kepalaku :

  • Anak / Keluarga
        Berat badan Mas Ghifaz yang irit dan tinggi badan yang kurang untuk anak seusianya, meskipun kata dokter tercinta nggak papa Bu masih aman. Tapi ku terbersit rasa takut Mas Ghifaz kurang nutrisi, soalnya makannya unik, belum doyan lauk. Salah ibunya sih, nggak kreatif bikin masakan dan pasrah sama Uti. Belum lagi kemarin Adek Ghizan berat badannya cuma naik 300 gram, harusnya bisa lebih, curiga dia bingung puting, atau kalau malam Ibunya nggak bangunin dia buat nyusu. Ditambah lagi gigi Mas Ghifaz nambah lagi yang gripis, menangis hati Ibunya ini. Lalu yang parah bagaimana mendidik anak-anak ini Yaa Rab? Feel guilty banget kalau ngomongin in, ku menangis kejer ini. Tolong maafin Ibu yaa Mas.... Adek....
Apa yang akan kulakukan?
Buat pantau berat badan bocah (berat badan ibunya juga sih) ku beli timbangan digital, biar bisa pantau dua minggu sekali berat badan bocah. Buat Ghizan ku susui sesering mungkin semau dia, meskipun kalau malam ku sering tak bangun untuk nyusuin bocah, abis gimana dong, bocahnya juga tidur kan yaa nggak nangis, kalau pun kubangunin nyusunya ala kadarnya, macam kegedean usahanya. Buat Ghifaz emaknya ini belum bisa masakin dia, pelan-pelan yaa Mas, Ibu beresin dulu urusan yang lain supaya bisa punya energi untuk masak-memasak, jadi saat ini kupasrah sama Uti dan susu tinggi kalori. Untuk gigi Mas Ghifaz yang gripis yaa ditambal lagi seperti gigi lainnya.
  • Pekerjaan
Namanya setahun ditinggal yaa, walaupun tetap kerja WFH beda banget rasanya, banyak dokumen fisik numpuk belum kusentuh. Banyak utangnya lah ini efek WFH 9 bulan dan cuti bersalin 3 bulan. Udah aku data sih apa aja yang ruwet di kerjaan dan mulai dicicil, semoga nggak ada kerjaan baru yang bikin pusing.

  • Keuangan
Aku tuh merasa boros banget ini, selama pandemi ini banyak menguras tabungan, namanya hamil dan bersalin kan butuh dana lebih yaa, jadi sekarang berusaha balikin tabungan yang terkuras itu. Aku sampai ikut webinar keuangan gitu, hahaha. Mau mulai mengisi excel yang kemarin dikasih pas webinar itu supaya nggak halu lagi sama keuangan. 

  • Diri Sendiri
Ini adalah masalah terbesar dan sumber dari segala masalah. Karena diri sendiri yang nggak disiplin, yang teledor, suka menunda, boros timbul lah masalah-masalah yang bikin ruwet ini. Jadi ku mulai menyeimbangkan rohani dan jasmani. Mau upgrade diri dalam beribadah, shalat yang khusyuk dan perbanyak shalat sunnah, rutin tilawah, dan ku kangen tahsin. Apa kabar ini mau menghafal Quran supaya bisa jadi jalan pembuka orang tua masuk surga.

Demikian sedikit keruwetan yang kusadari dan berusaha kuurai. Semmangat lagi yaa dalam menjalani hidup ini, walau terasa berat dan pengennya nyerah dan nangis mulu. Semoga semua bisa terurai dan kembali "lurus". Aamiin....

Wassalam
.
.
Poedjie

»»  Read More...

Mar 14, 2021

Drama Vaksin Ghizan


Assalammualaikum.....
Aku mau cerita kejadian kemarin guys... 
Jadi kemarin adalah jadwal Ghizan vaksin, jam 8.30 udah ready dan pesan grab. Agak drama gitu tiba-tiba Mas Ghifaz mau ikut naik grab. Padahal rencana awal cuma aku sama Ghizan aja, karena pasti bakal lama khawatir bosen dan minta pulang sebelumnya. Akhirnya yaa udah Mas Ghifaz ikut, ayah ikutin grab naik motor supaya langsung cus pulang kalau udah bosen. 

Abang grabnya lama gitu datang alhasil sampai klinik jam 9.10, dan udah tutup dong pendaftarannya, udah 15 orang. Biasanya pendaftaran dibuka jam 9.00. Datang jam segitu masih dapat nomor antrean walaupun udah akhir-akhir. Ngerayu mbak-mbak pendaftaran ndak berhasil dong. Yaa sudah terima nasib. Sengehits gitu memang Dokter Intan, haruskah ku ngejogrok di klinik dari jam 8 pagi dan pulang jam 12 siang? 

Keluar lah kita dari klinik, diskusi sama ayah baiknya gimana soalnya ku malas kalau harus keluar rumah lagi Sabtu besok. Diputuskan telfon hermina tanya Dokter Rastra praktik jam berapa, dijawab jam 8-11 pagi, lihat jam sekarang 9.30, ok cuss ke hermina, naik motor aja biar cepat. Ini baru pertama kali aku vaksin anak ke Dokter Rastra, pengen tahu juga gimana kalau vaksin ke beliau. Sampai di hermina langsung ambil nomor antrean (iyaa aku lupa ndak daftar sekalian pas telfon, hiks.... Padahal bisa daftar online). Dapat nomor antrean pendaftaran 51, yg dilayani baru nomor 37, jajan dulu kita ke kantin, yang kubayangkan hanya ketan bumbu yang enak di kantin, hehehe. Menurut aku enak si ketan bumbu di kantin Hermina. Setiap ke Hermina yang kucari ketan bumbu. Mas Ghifaz jajan donat. 

Setelah nunggu sejam dipanggil juga, masuk kita dan diskusi gitu mau vaksin apa dan kenapa berat badan Ghizan cuma naik 300 gram padahal bulan kemarin 1.000 gram sambil baca catatan vaksin Ghizan di buku. Dokter Rastra mastiin dong "Ini Intan kan, tulisannya gemuk-gemuk, adek kelas saya". Aku ngangguk dan curcol " Tadi udah ke Dokter Intan dok, ditolak dok, nggak kebagian nomer, sudah 15 orang. 

Setelah diskusi masalah ibu-ibu sedepok raya, yaitu berat badan bayi, tibalah waktunya dienjus. Sebelumnya dicek pakai stetoskop, cek alat kelamin ada kotoran apa ndak, dan cek-cek lainnya, disuntiklah Ghizan, anaknya nggak nangis dong, alhamdulillah, cuma merintih "ihik... " Ahh good boy sekali anak aku ini. Selesai vaksin langsung cuss pulang. Dokter pun lupa ukur tinggi badan dan lingkar kepala, aku pun lupa, yaa sudah, next vaksin aja akan kupastikan dokter ukur tinggi badan dan lingkar kepala. 

Jadi Dokter Rastra akan kujadikan alternatif di saat butuh vaksin/berobat tanpa antre lebay atau saat Dokter Intan ndak praktik. Kakak kelasnya Dokter Intan buibu.... Recommended lah dua dokter anak ini. 

Wassalam
Poedjie
»»  Read More...

Mar 13, 2021

Bye Februari, Bye Full WFH, Welcome Work


Kantor Tercinta dan Lurah Balaikota
Assammualaikum,

Sudah bulan Maret dan terlewati 2 pekan *merenung di pojokan mikir apa yang sudah aku lakukan selama cuti bersalin kemarin, koq nggak berasa yaa, hehehe

Jadi 1 Maret kemarin memutuskan untuk menyudahi cuti bersalin dan mulai kerja lagi demi sebongkah berlian, maju 16 hari aja koq, toh masih WFH-WFO, jadi nggak terlalu feel guilty. Entah kenapa 1 Maret selalu jadi moment back to work. Pertama tahun 2019 balik kerja dari tubel dan tahun 2021 balik dari cuti bersalin. Apa aku pas-pasin yaa, hehehe

Balik kerja rasanya sedih sih,  biasa 24 jam sama bocah, ini  harus ditinggal. Tapi yaa sudah cepat atau lambat juga harus ditinggal buat kerja. Selain sedih juga ada rasa khawatir akan virus corona. Secara aku tuh berangkat bareng Ayah, pulangnya naik kereta. Seminggu kemarin aku WFO : Senin, Kamis, Jumat. Senin dan kamis aman naik kereta, ndak perlu antre-antre dan dapat duduk karena pulang jam 3. Hari Jumat pulang 15.30 kena antrean gitu di Stasiun Gondangdia dan lumayan rame baik di peron maupun di dalam keretanya. Kupikir bakal dihitung gitu yaa yang bisa masuk peron, ternyata semua yang ada di barisan ini adalah penumpang KRL ke Depok/Bogor dan semuanya boleh naik ke peron tuh. Jadi makin khawatir sama Mbak Corona kan kalau begini. Di kereta macam kayak patung, ndak berani pegang ini itu, pegangan pun takut. Yaa sudah lah Bismillah saja, semoga aku dan keluarga selalu dilindungi Allah SWT dari penyakit dan mara bahaya, pasrah.

Suasana antre masuk peron di Stasiun Gondangdia

Gimana suasana kantor?

Beda banget sama sebelum pandemi. Lebih sepi karena maksimal yang WFO 50%.  Ahh pokoknya rindu sangat sama keadaan normal. Bebas makan bareng-bareng tanpa rasa khawatir. Kalau kerjaan yaa begitu aja sih,  mencicil dokumen fisik yang kutinggalkan selama setahun WFH. Alhamdulillah anak-anak baru hasil test tahun 2019 mulai masuk, jadi ada tambahan tenaga dan berasa lebih tua, karena berasa bener gap umurnya, 😆

Semoga keadaan bisa normal lagi seperti sedia kala, mbak corona bisa segera teratasi dan kita menang melawan virus ini, Aamiin. 

Wassalam

Poedjie

»»  Read More...
 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Blog Templates created by Web Hosting Men