Mumpung lagi berduaan aja sama Ghifaz di rumah dan bocahnya lagi tidur, mari melemaskan jari-jemari sebelum berkutat lagi sama revisian tesis dari perpus yang aduhai itu. Mari dimulai.....
Hidup itu berat? Benarkah?
Beberapa hari ini ketika flash back ke belakang ke masa sebelum menikah, menikah, hamil, melahirkan dan sekarang jadi seorang ibu, yang aku rasain adalah it's so hard being a mother. Berat cuy. Padahal sebelum menikah yakin bakal bisa survive sama kehidupan pernikahan. Masalah cuci, setrika, beberes, gampang lah yaa, dari kecil juga udah biasa ngerjain kerjaan domestik macam ini. Masak? kalau cuma tumis-tumis, ayam goreng, sayur bening, sayur asem, sayur sop, bisa lah saya. Atur keuangan? bisa lah yaa, udah biasa juga koq. Itulah jumawanya saya, setelah mengalami menikah dan sebulan kemudian hamil dengan disertai mual dan muntah hebat plus jadi mahasiswa, bye-bye semuanya. Beberes bye, nggak sanggup, alhamdulillah keluarga yang handel semua, berterimakasih sekali ke adek, emak, dan suami tercinta. Masak pun bye juga, nyium bau bawang selama hamil aja muntah. Tapi kan sekarang udah nggak hamil, bisa dong ngerjain semua, tetep bye semua, ndak ada yang bisa kukerjakan. Punya bayi lebih rempong cuy, saya pun kibar-kibar bendera putih sama urusan rumah, kalau bisa yaa dikerjain, kalau nggak bisa yaa sudah maapkeun yaa mama onty.
Waktu 24 jam terasa kurang cuy, dan pada akhirnya feel useless, apa coba yang dikerjain, lebih banyak yang terbengkalai. Bahkan ini udah nggak kuliah aja pekerjaan domestik keteter, ndak ada yang dikerjain, hiks....Sempet demotivasi menjelang deseperate gitu, terutama kemarin pas yudisium ternyata nilai saya lumayan parah dibandingkan teman-teman, maybe i'm the worst one, kecewa gitu sama diri sendiri, it's not me, biasanya aku nggak begini. Dan setelah berpikir lagi dan lagi, ternyata aku ini ndak sesuai dengan harapan, makin kecewa dan mewek lah diri ini, ndak bisa cerita ke siapa-siapa, lidah terasa kelu, yang biasanya cerewet kalo urusan curhat cuma bisa diam aja. Harusnya aku begini di saat begitu, harusnya aku begitu di saat begini, harusnya aku begini menghadapi A, B, dan C, pikiran-pikiran nggak jelas itu terasa berputar-putar dan terus menghantui.
Perlahan-lahan, mau nggak mau harus berdamai sama diri sendiri. Ndak ada yang perlu dikecewakan. Syukuri aja semua yang ada agar Allah menambah nikmatnya. Meskipun susah akhirnya bisa juga mikir begini :
Well, iya mungkin nilaiku nggak sebagus teman-teman, tapi aku bisa lulus tepat waktu dengan nilai yang cukup, selama kuliah hamil, melahirkan, sepuluh hari setelah melahirkan harus ke kampus lagi, malam ini anak pulang dari rumah sakit karena bilirubin tinggi besoknya UAS, ndak belajar, ngerjain tesis pun dengan usaha seadanya, bahkan itu tesis dibilang karya ilmiah sama adek sendiri. Tapi Allah mudahkan ketika sidang tesis, meskipun dosen pembimbing sedikit kecewa, tapi alhamdulillah lancar nggak ada debat kusir, dosen penguji yang dari fasilkom, Pak Yudho baik sekali, dan aku save dari Bu Farah karena si mas bimbingannya Bu Farah telat mulai sidangnya, jadi pas aku sidang, beliau masih di ruangan sebelah. Pas minta tanda tangan untuk lembar pengesahan pun Allah mudahkan sekali, Alhamdulillah, tabarakallah.
Yes meskipun ada penyesalan di sana-sini, yaa sudah lah cukup menjadi pelajaran bagi diri sendiri. Ndak perlu bercita-cita muluk membuat perubahan untuk orang lain, siapa lah saya ini, cuma manusia biasa, yang gampang sekali tergoda untuk leyeh-leyeh, hehehe. Bersyukur kepada Allah atas nikmat dan karunia-Mu Yaa Rabb. Anugerah yang luar biasa dan pencapaian yang cukup wow buat saya yang aslinya dari kampung di pucuk gunung nun jauh di sana, orang terdekat pasti tahu lah bagaimana latar belakang keluarga dan kehidupan saya. Sudah lah yang lalu biarlah berlalu, sudah selesai perkuliahan kemarin, ke depannya lebih berat lagi hidup ini, iyaa harus kerja ninggalin anak, semakin hari semakin berat sepertinya, hiks.
Semmmangat....
Keep on fighting till the end....
..
.
Poedjie
0 comments:
Post a Comment